Gen Z Terancam Tak Dapat Beli Rumah. Sri Mulyani: Backlog Perumahan Tembus Angka 12,75 Juta

Share :
Facebook
Twitter
WhatsApp

beli rumah

Beli Rumah – Lagi-lagi, lonjakan ekonomi dalam negeri menjadi salah satu faktor yang mengganjal dalam pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Kali ini batu sandungan tersebut datang mengusik sektor papan atau properti.

Kesulitan dalam membeli rumah diperkirakan akan lebih menjadi-jadi akibat adanya lonjakan perekonomian secara global. Hal ini berimbas pada backlog perumahan yang mengalami peningkatan dari segi angka.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, backlog perumahan mencapai 12,75 juta. Backlog semakin menjadi karena daya beli tak sebanding dengan harga rumah. Beliau juga menyebutkan bahwa kemampuan generasi muda dalam beli rumah merupakan tantangan luar biasa, sehingga membutuhkan bantuan dari semua stakeholder.

Apa Itu Backlog?

Sebelum membahas lebih jauh, apa sih yang dimaksud backlog? Backlog perumahan sebetulnya merujuk pada jumlah kekurangan rumah yang didapat dari selisih antara jumlah kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang ada.

Namun ternyata backlog perumahan memiliki definisi berbeda antara definisi menurut Kementerian PURR dengan Badan Pusat Statistik.

Menurut Kementerian PURR, backlog dimaksudkan pada rumah yang tidak layak huni. Jadi sekalipun suatu keluarga statusnya sewa rumah, jika huniannya layak huni maka tidak termasuk ke kategori backlog. Sementara itu menurut pandangan BPS, backlog mengacu pada rumah yang jelas statusnya sebagai hak milik.

Fenomena Backlog di Indonesia Menghantui Gen Z

Fenomena backlog yang tengah dialami ini mengartikan bahwa jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia, terutama dari gen z atau generasi muda yang akan berumah tangga cukup banyak, namun mereka tidak bisa mendapatkan rumah.

Terlebih saat ini terjadi hambatan dari sisi suplai. Selain itu, harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya.

Faktor Penyebab Backlog dan Tantangan Baru Bagi Gen Z

Bukan tanpa alasan kondisi saat ini terjadi. Penyebab tingginya angka backlog perumahan ini diantaranya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena bertambahnya populasi masyarakat di Indonesia, pasokan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih minim atau kurang, serta dikarenakan rendahnya pembiayaan sektor perumahan dari pemerintahan maupun swasta.

Dari ketiga faktor tersebut, jelas membuat angka backlog perumahan tidak kunjung turun karena penyediaan perumahan tidak selaras dengan jumlah yang dibutuhkan.

Kebijakan Pemerintah Menangani Backlog

Lalu bagaimana kebijakan dari pemerintah dalam mengentaskan permasalahan ini? Simak pembahasan lengkapnya melalui ulasan berikut!

Menjembatani fenomena gap tersebut menjadi langkah penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah guna mengentaskan kesenjangan dalam kepemilikan tempat tinggal. Di sisi lain diketahui bahwa Kemenkeu telah memberikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dan salah satunya memberikan solusi penggunaan instrumen keuangan negara. 

Dalam hal ini pemerintah mengambil beberapa tindakan yang dirasa dapat mengurangi gap kepemilikan rumah, terutama di kalangan generasi muda yang memang kedepannya akan membutuhkan tempat tinggal sendiri.

Diantaranya pemerintah mewujudkan fasilitas pembiayaan perumahan alias Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pihaknya dalam hal ini juga membuat skema kredit rumah rakyat bersubsidi. Adapun subsidi selisih bunga (SSB) yang dapat memberi bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.

Jadi, penanganan yang diambil oleh APBN keuangan negara dengan memberikan berbagai upaya di atas, diharapkan bisa menjadi bentuk keringanan yang nyata memudahkan kepemilikan tempat tinggal.

Lebih jelasnya, bantuan pembiayaan perumahan ini konsepnya berbasis tabungan. Sehingga masyarakat seakan-akan sedang menabung, padahal untuk mencicil kepemilikan rumah.

Alasan Sulitnya Beli Rumah

Skema angsuran rumah pada umumnya memiliki tenor maksimal 15 tahun. Dan suku bunga biasanya dibebankan saat awal proses cicilan. Jika Anda membutuhkan perumahan yang ramah dari segi pembiayaan, bahkan tanpa bunga, Royal Orchid Syariah solusinya!

Kembali ke topik, jika price dan rate interest tempat tinggalnya cenderung tinggi, maka berpengaruh pada angsuran. Apalagi bukan hanya harga dan tingkat ketertarikan saja, inflasi yang kian meningkat juga menjadi patokan yang perlu diwaspadai. Ini akan mempengaruhi pada harga pembelian. Maka tidak aneh jika kawula muda masa kini semakin sulit untuk membeli hunian.

Dari kondisi ini, diketahui misi pemerintah adalah fokus dalam membantu masyarakat berpendapatan rendah agar lebih mudah beli rumah. Dengan begini diharapkan terciptanya pembangunan tempat tinggal di Indonesia yang adil dan setara.

Dalam rencana realisasinya, FLPP sudah menargetkan sebanyak 200 ribu pembangunan rumah yang akan diberikan subsidi. Berdasarkan penuturan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, diketahui sejak 2010-2022 penyediaan dan pendanaan rumah bersubsidi adalah sekitar 1,00 juta hunian. Ini merupakan bentuk progres yang nyata meskipun masih jauh dari target, untuk menutup angka backlog.

Compare listings

Compare