Suku Bunga BI Naik – Mengejutkan! Per tanggal 23 Agustus 2022, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan menjadi 3,75%. Persentase ini naik hingga 25 basis poin. Apabila kita melihat kepada Indeks Harga Konsumen (IHK) BULAN Juli lalu saja, inflasi tercatat naik dari 4,94% menjadi 5,2%.
Fenomena suku bunga BI naik, jelas menjadi momok menakutkan bagi kalangan masyarakat. Rupanya, kondisi ini membuat masyarakat ikut terdampak terutama mereka yang terlibat dalam utang di lembaga keuangan.
Bahkan dikutip dari Kompas.com, diketahui Bhima Yudhistira selaku Ekonom Center of Economic and Law Studies mengungkapkan bahwa keadaan saat ini (suka bunga BI naik) dapat mempersulit masyarakat untuk memiliki properti (kendaraan dan rumah) secara kredit.
Jelas, suku bunga perkreditan dari bank seperti fasilitas KPR bisa meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI. Memang secara umum inflasi ini selalu dikaitkan dengan masalah ekonomi makro.
Berbicara tentang bunga, bunga merupakan biaya yang muncul ketika ada aktivitas pinjam-meminjam uang. Misalnya tatkala meminjam uang dari perbankan, maka peminjam akan dibebankan atas bunga atau biaya tambahan.
Alasan mengapa inflasi mempengaruhi suku bunga, karena suku bunga diberlakukan dalam pinjaman. Sehingga suku bunga acuan selalu terpengaruh oleh inflasi yang terjadi. Kenaikan seperti ini dapat dibilang wajar dan selalu terjadi. Akan tetapi kita harus tetap memantau dan menghindari hiperinflasi.
Imbas Suku Bunga BI Naik
Pada dasarnya, kenaikan akibat inflasi ini tidak hanya berimbas pada tanggungan bunga bank saja. Namun, masyarakat juga semakin tertekan lantaran beban biaya hidup yang ikut meroket.
Dalam sektor properti, penjualan dan suku bunga KPR ikut meningkat karena pada dasarnya biaya beli bahan konstruksi pun semakin tinggi. Di samping itu, BI memperkirakan inflasi beresiko masih tinggi hingga akhir tahun 2022 ini, dikarenakan harga energi global dan komoditas pangan yang masih tinggi pula.
Sehingga kemungkinan terburuknya, kenaikan harga tidak hanya terjadi di bulan ini saja. Dan pada akhirnya, masyarakat umum perlu bersiap karena mereka sangat rentan terkena imbas kondisi ini. Terutama dalam sektor properti, adalah calon konsumen yang akan menggunakan fasilitas KPR dari perbankan.
Faktor Penyebab Naik Turunnya Suku Bunga
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya suku bunga pinjaman. Diantaranya tergantung skor kredit debitur, atau bisa juga karena permintaan dan penawaran.
Logikanya, jika tingkat permintaan rendah namun penawaran pinjaman tinggi, maka tingkat suku bunganya rendah. Sebaliknya jika tingkat permintaan pinjaman tinggi dan penawarannya rendah, maka tingkat suku bunganya akan tinggi pula.
Inflasi Menghambat Daya Beli
Seperti dikutip kanal YouTube CNBC Indonesia, Direktur PT Ciputra Development Tbk (CTRA), Harun Hajadi, mengungkapkan bahwa inflasi sangat berdampak pada daya beli properti oleh konsumen.
“Inflasi sangat berdampak pada daya beli properti, pasalnya 60% dari pembeli properti sudah menggunakan fasilitas KPR. Jika suku bunga naik tentunya angsuran naik pula,” tegasnya.
Maka cukup jelas, dengan keadaan tersebut memicu kesulitan bagi masyarakat dalam membeli rumah. Padahal bisa dibilang keinginan masyarakat dalam membeli rumah masih cukup tinggi.
Alternatif Saat Suku Bunga BI Naik
Menurut berbagai riset, meningkatnya suku bunga dalam fasilitas KPR masih dapat teralihkan pada beberapa alternatif yang dapat dicoba. Hal ini bisa menjadi solusi untuk menghindari tekanan suku bunga yang tinggi saat kredit rumah.
Dalam sisi pembiayaan, jika BI rate rendah maka akan berpengaruh pada penurunan tingkat suku bunga, sehingga margin di bank syariah pun turut kompetitif.
Selain itu, ada pula fasilitas lain yang bisa Anda pilih. Yaitu beli rumah langsung kepada developer. Sistem seperti ini biasanya ada pada developer property syariah. Bahkan memilih pengembang properti syariah saat ini tengah menjadi tren baru di kalangan masyarakat muslim, khususnya.
Cicilan rumah bisa dibayarkan secara langsung kepada pengembang apabila sudah melalui proses akad, tanpa adanya campur tangan bank, penerapan bunga, tanpa resiko denda maupun sita.
Alternatif yang dibangun oleh seluruh pemangku kepentingan pengembang syariah ini, diharapkan dapat menjadi solusi baru, sehingga mampu membantu masyarakat yang ingin membeli rumah.