Fakta Dibalik Berhasilnya Strategi Muhammad Al Fatih Taklukkan Konstantinopel

Share :
Facebook
Twitter
WhatsApp
strategi muhammad al fatih
Ilustrasi Penaklukkan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dan Pasukannya

Strategi Muhammad Al Fatih – Tahukah kamu, kisah pembebasan Konstantinopel yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Al Fatih berserta pasukannya begitu melegenda dalam sejarah Islam dan turut menginspirasi anak muda masa kini?

Namun sebelum lebih jauh membahas prestasinya dalam membesarkan budaya Islam, kamu harus tahu terlebih dahulu siapa itu Muhammad Al Fatih dan mengapa beliau begitu dielu-elukan oleh umat Muslim.

Sultan Muhammad Al Fatih atau lahir dengan nama Mehmed bin Murad (Mehmed II), beliau lahir di Edirne, Turki Utsmaniyah, 30 Maret 1432. Ayahnya bernama Sultan Murad II yang merupakan pemimpin Turki Utsmaniyah. Al Fatih lahir dari seorang ibu bernama Huma Hatun, dan merupakan istri keempat dari Sultan Murad II.

Dalam sejarah Islam, ia tercatat sebagai kekhalifahan terakhir. Kehebatannya pun dikenal oleh orang-orang, terutama umat Islam, yaitu sebagai penakluk Konstantinopel saat perang melawan Vlad Drakula. Sederhananya, beliau memiliki kontribusi besar dalam membesarkan peradaban Islam sebelumnya.

Strategi Muhammad Al Fatih – #1 Kehebatan Muhammad Al Fatih

Wawasan ilmu duniawi yang luas, pendidikan agama yang kuat, akidah yang baik, semua itu melekat dalam sosok pahlawan Islam tersebut. Entah seperti apa kehebatan dan kecerdikan strategi Muhammad Al Fatih, sehingga ia mampu menaklukan kota Konstantinopel saat masih belia, yaitu pada usia 21 tahun.

Ia juga mampu mengumpulkan begitu banyak pasukan yang setia. Sebanyak 4 juta tentara dengan loyalitas tinggi bahkan ikut menjadi bagian dalam sejarah ini dan mengiringi kehebatan sang pemimpinnya tersebut.

Dengan jumlah pasukan yang banyak tersebutlah kemudian mereka mulai mengepung wilayah Barat dan laut, terhitung selama 50 hari.

Namun diketahui proses penaklukan hanya membutuhkan satu malam saja. Pasukan berhasil menyeberangkan 70 kapal laut melewati hutan yang ditumbuhi pepohonan besar. Peristiwa dan kehadiran Al Fatih inipun sekaligus menjadi penanda bahwa abad pertengahan telah berakhir.

Tepatnya operasi pembebasan dilakukan pada 20 Jumadil Ula 875 H, atau bertepatan pada 29 Mei 1453 M. Jatuhnya Konstantinopel pun menjadi awal mula terbukanya gerbang kekalifahan Utsmani. Dengan begitu syiar dan kejayaan Islam bisa dilebarkan hingga ke Mediterania Timur, bahkan ke Semenanjung Balkan.

Perubahan Nama Konstantinopel

Bukan hanya kepemimpinan sebelumnya saja yang runtuh, Konstantinopel mulai mengubah wajahnya dengan mengganti nama Kota tersebut menjadi Istanbul.

Nama Istanbul sendiri memiliki arti ‘Islam’. Ini mengartikan sebuah harapan bahwa kota tersebut dapat menjadi kota-nya ummat Islam yang jaya dan makmur. Atau di masa modern ini kita mengenal kota tersebut sebagai salah satu kota terkenal yang berada di negara Turki. Bahkan hingga kini, kota pelabuhan tersebut menjadi pusat perdagangan di negara itu.

Istiqomah Mengagungkan dengan Kalamullah

Hal yang dapat menjadi suri tauladan dari sang penakluk Konstantinopel tersebut adalah, meskipun dikenal sebagai sosok yang gagah dengan kekuasaan dan kekuatannya, beliau tidak pernah sombong. Ia memandang semua yang terjadi dan didapat, murni hanya karena izin dan kuasa Allah yang dititipkan untuknya.

Jadi, jika seseorang memiliki rasa penasaran yang tinggi dan ingin mengikuti jejak strategi Muhammad Al Fatih, ketahuilah bahwa beliau tidak melewatkan detail kecil yang sejatinya memiliki peran penting dalam setiap perjalannya. Seperti mengingat akan kuasa sang Pencipta.

Bahkan sejak kali pertama ia menginjakkan kaki di Konstantinopel dan terkagum dengan pemandangan yang didapat, ia selalu memuji kota tersebut dengan mengucapkan kalam Allah, seperti mengucap “MasyaAllah”.

Selain itu, ia pun menyadari bahwa yang didapat pun atas bantuan para guru atau syuhada. “Alhamdulillah, semoga Allah senantiasa merahmati para syuhada, memuliakan para mujahidin, serta memberikan kebanggaan dan syukur bagi rakyatku,” ucap Al-Fatih.

Dan Maha besar Allah, peristiwa tersebut ternyata sudah disebutkan sebelumnya dalam sabda Rasul SAW. Al Fatih pun menjadi bagian dari sabdanya tersebut, dan tercatat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahamad.

“Akan dibebaskan kota Konstantinopel oleh kalian, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.” H.R. Ahmad.

Cikal Bakal Terbentuknya Strategi Muhammad Al Fatih yang Kuat

Kunci keberhasilan yang sebenarnya tergantung strategi Muhammad Al Fatih sendiri. Akan tetapi strategi-strategi yang tepat bisa muncul dari ide seseorang yang cerdas. Intinya keberhasilan Al Fatih bukan semata-mata karena kebetulan semata, namun beliau sudah diasah dan dididik sejak dini oleh orang tuanya.

Diketahui bahwa sejak kecil pendidikan Muhammad Al Fatih sangat diperhatikan dengan baik oleh orang tuanya, agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh seperti yang diharapkan. Tak heran pula Al Fatih dipersiapkan untuk menjadi seorang pemimpin yang tangguh dan bijaksana, karena melihat sang ayah pun pernah memimpin Turki Utsmani sebelumnya.

Fasilitas pendidikan yang diberikan pun sangat beragam. Diantaranya disediakannya seorang guru dari kalangan ulama besar yang faham betul akan Al Qur’an. Sehingga itulah mengapa Al Fatih menjadi penghafal Al Qur’an 30 Juz. Selain itu beliau juga belajar tentang ilmu hadits, ilmu fiqih, ilmu falaq, matematika, serta yang tak kalah penting adalah pemahaman tentang strategi perang.

Itulah pentingnya pendidikan Islami sejak dini yang bisa diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya di rumah. Sebagai orang tua atau yang kelak akan menjadi orang tua, tentunya kita semua menginginkan keturunan yang baik.

Harapan tersebut kini bisa diwujudkan dengan memilih property syariah. Tinggal di kawasan huninan syariah menjadi kunci bagi buah hati agar mendapatkan pendidikan Islami yang mumpuni.

Akhir Kisah Sang Penakluk

Memang pada hakikatnya, semua makhluk akan kembali kepada sang Pencipta. Diketahui pada saat Muhammad Al Fatih meninggalkan Istanbul untuk berjihad, beliau sedang menderita sakit.

Di tengah-tengah itu kondisi kesehatannya terus memburuk, tenaga kesehatan maupun obat pun sudah tidak bisa menolong. Dan pada 3 Mei 1481 M atau 4 Rabiul Awal tahun 86 H lah beliau wafat di usia 50 tahun.

Sebelum wafatnya beliau memberi pesan atau wasiat kepada para keluarga untuk selalu dekat dengan ulama, berlaku adil dan bijak, tidak mudah dibutakan oleh harta, mampu menjaga nama baik, agama, kerajaan beserta masyarakatnya. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang bermanfaat darinya.

Compare listings

Compare
Search
Price Range From To