Mendidik Anak di Era Milenial – Di era milenial yang serba canggih, mendidik anak merupakan PR yang cukup sulit bagi orang tua masa kini, namun bisa juga menjadi media yang mempermudah dalam membangun karakter anak.
Perkembangan teknologi yang pesat, bisa membuat anak mudah teralihkan dengan keseruan yang termuat dalam gadget secara berlebihan. Namun di sisi lain, gadget misalnya, bisa menjadi alternatif Umma Abba dalam mendidik anak yang sesuai porsinya.
Penggunaan teknologi smartphone pun harus dalam pengawasan para orang tua. Sebuah survey mengungkapkan, sekitar 98 persen anak dan remaja di Indonesia tau tentang internet, dan sekitar 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet.
Melalui smartphone, Ayah Ibu bisa mengakses berbagai informasi tentang materi keagamaan untuk anak, tentu saja hal positifnya keluarga bisa belajar bersama melalui internet. Akan tetapi penggunaan teknologi yang berlebihan dan tidak dimanfaatkan dengan bijak, hanya akan bisa mengalihkan fokus anak-anak.
Mereka akan lebih tertarik pada gadget, sulit untuk berinteraksi dan bersosialisasi bersama teman-teman sebayanya, bahkan untuk belajar agama Islam secara langsung di lingkungan tempat tinggal nya pun mungkin sulit. Karena itulah mengapa dikatakan bahwa orang tua harus bersaing dengan teknologi.
Mendidik Anak di Era Milenial #1
Penanaman Dasar Karakter Islami Sejak Dini
Terkait dengan cara mendidik anak di era milenial, sebetulnya tipsnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan para nabi sejak dulu. Ini bisa menjadi wawasan juga untuk par orang tua, sehingga memahami apa yang sebetulnya orang tua inginkan dari anak-anaknya.
Bagaimana sih baiknya orang tua mendidik anak di era milenial? Dalam Live Streaming YouTube Royal TV Ahad, (26/8), Founder Rumah Tahfidz Indonesia, Ustadz Aif Saiful Hidayat mengajak penonton untuk mengilhami salah satu potongan ayat Quran Surat Al Baqarah ayat 133:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 131)
Sang Ustadz melanjutkan, bahwa sekelas Nabi saja sebelum wafat mereka menanyakan tentang keimanan para keturunannya. Bukan tentang bagaimana warisan, bukan pula tentang karir, atau lain sebagainya. Jelas terlihat bahwa Nabi ingin anak-anak atau keturunannya menjadi orang yang bertakwa kepada Allah.
Makna dari penggalan ayat di atas, dapat kita pahami bahwa Nabi Ya’qub yang posisinya sebagai orang tua pun beliau merasa khawatir dan ingin tahu bagaimana kondisi anaknya setelah Nabi Ya’qub wafat.
Inilah yang menjadi kontemplasi bagi umat Muslim masa kini. Meskipun zaman telah berkembang dan terus maju, namun titah atau peringatan dari para Nabi di masa terdahulu jangan sampai ditinggalkan. Bahkan ini bisa menjadi acuan dalam mendidik anak di era milenial.
Inilah yang dilakukan dan dikhawatirkan Nabi terhadap keturunannya. Lalu kita sebagai manusia sebaiknya berlaku seperti apa? Tentu sedikitnya kita sudah sama-sama paham dari contoh suri tauladan Nabi Ya’qub, bukan?
Lalu bagaimana jika orang tua masa kini kebanyakan mengkhawatirkan putra-putrinya dalam hal duniawi (misalnya tentang jenjang pendidikan atau karirnya), apakah aneh? Tentu ini menjadi hal yang lumrah dan tidak salah.
Tapi sebelum berbicara tentang tempat tinggal, pendidikan, atau karir, yang menjadi concern orang tua yang paling utama itu bagaimana keimanan dan tauhid keturunan kita terhadap Allah SWT.
Mendidik Anak di Era Milenial #2
Membangun Ketakwaan Sejak Dini
“Dan memang yang namanya ketakwaan haruslah dibangun sejak kecil,” ucap Ustadz Aif.
Beliau juga menuturkan bahwa kita dapat mengajari anak dari apa yang bisa mereka lihat, melalui hal-hal sederhana yang bisa menjadi pemicu keimanan dan ketakwaan. Contoh melalui objek ciptaan Allah yang dapat dilihat melalui pandangan, sekaligus mengajarkan yang namanya rasa syukur.
Misalnya ketika anak diajak jalan-jalan mengitari lingkungan tempat tinggalnya, melihat warna langit antara pagi dengan siang hari. Kita dapat ajarkan bahwa warna langit yang berubah antara pagi, sore, hingga malam hari, terjadi atas kehendak Allah.
Dari metode mendidik anak di era milenial ini, anak akan mulai terpancing dan penasaran. Mereka pun mengerti bahwa yang menciptakan semesta dan seluruh isinya hanyalah Allah semata. Ini bisa menjadi salah satu usaha mendasar penerapan akidah dan menanamkan keimanan kepada anak sejak dini.
Bisa dibayangkan jika anak-anak tidak memahami hal tersebut sejak kecil, maka akhirnya mereka ketika memiliki sesuatu kemungkinan besar sulit untuk merasa bersyukur kepada Sang Pemberi, yaitu Allah SWT.
Mendidik Anak di Era Milenial #3
Menjadi Orang Tua Sekaligus Panutan
Dalam lingkungan keluarga, orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan anak. Bahkan keluarga menjadi madrasah pertama bagi anak-anak. Jika figur orang tua sangat dihormati dan memiliki kualitas bonding yang lekat, maka orang tua bisa menjadi sosok panutan bagi putra-putrinya.
Dari sinilah orang tua dapat lebih bijak dalam bersikap, sehingga apa yang dilihat dan dicerna oleh anak-anaknya adalah hal-hal yang baik. Bahkan ada yang bilang bahwa anak adalah cerminan dari orang tuanya.
Terkait cara mendidik anak di era milenial yang semakin kuat ditantang kemajuan teknologi, orang tua bisa lebih bijak mengatur management gadget dalam rumah. Lalu mencontohkan yang terbaik dalam beribadah.