Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi sebesar 0,03 persen pada Agustus 2024 secara month on month (MoM), yang merupakan deflasi keempat berturut-turut di tahun ini. Deflasi ini ditandai dengan penurunan indeks harga konsumen dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa meskipun terjadi secara bulanan, secara year on year (YoY) masih terdapat inflasi sebesar 2,12 persen, dan secara year to date (YTD) inflasi mencapai 0,87 persen.
Baca – Informasi Terkait Properti
Kelompok Pengeluaran yang Menyumbang Deflasi
Kelompok pengeluaran terbesar yang menyumbang deflasi pada Agustus 2024 adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi sebesar 0,52 persen, memberikan kontribusi sebesar 0,15 persen. Sebaliknya, terdapat beberapa komoditas yang memberikan andil inflasi, seperti bensin dan cabai rawit, masing-masing dengan kontribusi inflasi sebesar 0,03 persen. Beberapa komoditas lain seperti kopi bubuk dan emas perhiasan juga menyumbang inflasi sebesar 0,02 persen, sementara beras, sigaret kretek mesin, dan ketimun masing-masing menyumbang 0,01 persen inflasi.
Deflasi di Bulan Juli 2024
Sebelumnya, BPS juga mencatat adanya deflasi sebesar 0,18 persen pada Juli 2024, yang merupakan ketiga kalinya di tahun ini. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa penurunan indeks harga konsumen dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024 menjadi faktor utama hal tersebut. Pada Juli 2024 tercatat lebih dalam dibandingkan yang ada pada Mei dan Juni 2024. Yaitu dengan kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebagai penyumbang terbesar kejadian ini.
Kelompok Pengeluaran Penyumbang Deflasi
Pada Juli 2024, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat deflasi sebesar 0,97 persen, memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,28 persen. Meskipun demikian, beberapa komoditas seperti cabai rawit dan beras tetap memberikan andil inflasi, dengan kontribusi masing-masing sebesar 0,04 persen. Kelompok pendidikan juga tercatat memberikan andil inflasi terbesar pada bulan ini dengan inflasi sebesar 0,69 persen.
Sumber : Liputan 6
Pengaruh Hal Ini Bagi Properti Syariah
Deflasi yang terjadi di Indonesia, terutama jika berlangsung secara berturut-turut seperti yang dilaporkan oleh BPS pada tahun 2024. Hal ini dapat memiliki dampak signifikan pada sektor properti, termasuk properti syariah. Dalam kondisi deflasi, harga-harga barang dan jasa cenderung menurun. Hal ini bisa menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dan perubahan dalam pola investasi.
Bagi properti syariah, situasi ini bisa menjadi tantangan dan peluang:
- Harga Properti: Penurunan harga umum dapat membuat masyarakat menunda pembelian properti. Juga termasuk properti syariah, dengan harapan harga akan turun lebih jauh. Ini dapat menurunkan permintaan dalam jangka pendek.
- Keterjangkauan: Di sisi lain, deflasi juga dapat membuat properti menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat, khususnya untuk segmen menengah ke bawah. Ini dapat meningkatkan daya tarik properti syariah sebagai pilihan yang lebih terjangkau dan sesuai dengan prinsip keuangan yang halal.
- Kepercayaan Investor: Properti syariah bisa mendapatkan keuntungan dari kebijakan pemerintah yang mendorong pemulihan ekonomi melalui investasi dalam sektor properti. Kebijakan seperti insentif pajak atau program pembiayaan khusus dapat memacu pertumbuhan pasar properti syariah meski dalam kondisi ini.
Secara keseluruhan, meskipun kejadian ini dapat menghadirkan tantangan, properti syariah tetap memiliki potensi untuk bertahan dan bahkan tumbuh. Terutama jika didukung oleh kebijakan yang tepat dan kepercayaan dari konsumen dan investor.