Merdeka Dari Riba – 2022 ini, Indonesia akan memperingati hari kemerdekaan atau HUT RI ke-77. Setelah resmi melepaskan diri dari jeratan para penjajah pada 17 Agustus 1945, akhirnya Indonesia berada di titik ini.
Akan tetapi seperti yang kita tahu, setiap proses dan perjalanan yang diarungi pun tidak mudah. Setidaknya merdekanya Indonesia didapatkan dengan perjuangan setengah mati, bahkan mempertaruhkan nyawa dipaksa untuk tidak takut mati. Begitulah tekad para pahlawan kita dahulu.
Kemerdekaan apabila dimaknai merupakan hak setiap individu, keluarga, masyarakat, bangsa atau negara, bahkan hingga peradaban manusia. Bukan semata-mata atas perjuangan saja, kemerdekaan negara Indonesia tentu merupakan rahmat dan nikmat yang diberikan Allah SWT.
Dan kita tahu bahwa merdeka tidak hanya soal kebebasan bangsa dan negara, namun bisa menyangkut hak pribadi. Dulu, bangsa Indonesia berjuang meraih kebebasan dan mengusir para penjajah dengan semangat takbir “Allahu Akbar”. Relevansi dan ekspektasinya, bangs aini bisa tumbuh menjadi negara yang berdaulat, adil, makmur, dan agamis.
Merdeka dari Riba – Refleksi Merdekanya Seorang Muslim
Jika kita ingat ketika masa mengenyam pendidikan dahulu, kita sering mendengar penggalan teks pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Teks di atas dapat dipahami bahwa siapapun dan bangsa manapun berhak merdeka dan berdiri di atas kaki sendiri.
Ironisnya, kini bukan hanya hal positif, namun hal negatif pun kian melekat dalam jati diri bangsa. Misalnya tumbuhnya paham sekulerisme, individualisme, hedonisme, hingga kapitalisme.
Ketidakadilan semakin menjadi tatkala dominasi kekayaan kapitalisme semakin menjulang. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Mengapa begitu? Karena yang miskin semakin beresiko masuk dalam perangkap yang menuntunnya pada jeratan hutang yang tinggi.
Merdeka memang bisa menunjukkan beragam makna. Namun, ketika Indonesia sudah 77 tahun merdeka, lantas apakah kita sudah merdeka dari riba?
Terlepas dari kata merdeka yang dipahami pada umumnya, ternyata dapat kita lihat bahwa sebagian dari saudara kita masih banyak yang belum merdeka secara ekonomi, karena terlibat dengan urusan ‘Riba’.
Berurusan atau terjerumus dalam jeratan hutang yang mengarah pada praktik riba memang berat. Misalnya lilitan hutang yang diikuti bunga berkali-kali lipat. Hal ini bisa merampas apapun yang dimiliki. Merampas materi, mengancam kesehatan mental karena membuat stres jika sulit terbayarkan, merusak moralitas secara sosial dan agama.
Merdeka secara ekonomi juga menjadi hak setiap insan, yang oleh karenanya sudah menjadi kewajiban diri sendiri terlepas dari belenggu riba.
Merdeka dari Riba – Riba Dalam Realita
Dalam realitanya, riba masih banyak terjadi dalam berbagai bentuk transaksi ataupun perjanjian, baik yang disadari ataupun tidak. Transaksi dikatakan tergolong riba jika di dalamnya ada tambahan (ziyadah).
Karena secara istilah pun kita mengenal riba sebagai bentuk pengambilan keuntungan dari tambahan pembayaran selain harta pokok. Maka siapapun pelakunya dan apapun posisinya, mereka inilah yang belum merdeka dari riba.
Dalam kehidupan sehari-hari, riba lebih umum ditemukan ketika seseorang melakukan pinjaman uang ke bank konvensional yang berbunga, bank keliling, bahkan pinjaman online yang saat ini sedang marak terjadi.
Meskipun pada awalnya peminjam merasa terbantu dengan pinjaman dana yang diberikan, namun secara sadar atau tidak, sesungguhnya dana yang harus dikembalikan malah membengkak. Dalam Islam pun, riba disebut sebagai salah satu perbuatan dosa, termasuk hal yang merusak serta menyalahi syariat agama.
Masih ingin terbelenggu oleh riba yang membuat perekonomian sulit merdeka? Jika tidak, yuk mulai hijrah secara finansial!