Share :
Facebook
Twitter
WhatsApp

riba yang terkeji

Riba yang Terkeji – Riba diartikan sebagai tambahan tanpa imbalan, terutama dalam transaksi antara harta dengan harta. Hal ini persis seperti yang disebutkan dalam kitab Kanzul Ummaal yang bermadzhab Hanafi.

Riba juga disebutkan sebagai salah satu dari 7 bentuk dosa besar. Dan bagi siapapun yang berperan sebagai pelaku riba, maka ia akan diperangi oleh Allah SWT.

Namun apakah riba hanya terjadi dalam transaksi dan berupa materi saja? Ternyata tidak! Karena Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya riba yang paling keji adalah ‘memanjangkan lisan’ terhadap kehormatan seorang muslim tanpa hak.” HR. Abu Dawud

Lalu apa yang dimaksud dengan ‘memanjangkan lisan’ tersebut? Anda bisa mengetahui semuanya melalui pembahasan bentuk-bentuk riba yang terkeji berikut ini.

Bentuk-Bentuk Riba yang Terkeji dalam Praktik Jual Beli

Sebenarnya, riba itu banyak jenisnya. Kita pun harus tahu dan paham betul macam-macamnya agar mampu terhindar dari riba. Akan tetapi sebelum pada bentuk riba karena memanjangkan lisan, Anda bisa mengetahui jenis-jenis riba secara umum berikut ini!

Riba Fadhl

Dalam transaksi ada yang namanya riba Fadhl. Biasanya terjadi pada jual beli atau pertukaran antara barang dengan barang yang sejenis,namun dengan takaran yang berbeda . Jika seseorang melakukan pertukaran ini, maka barang yang dalam transaksi sudah termasuk dalam barang ribawi.

Riba Nasi’ah

Berbeda dengan jenis Fadhl, riba Nasi’ah merupakan bentuk riba dalam Islam yang menggunakan sistem penangguhan, penyerahan, ataupun transaksi antar barang ribawi lainnya. Transaksi jenis ini cukup banyak dilakukan saat ini, bahkan sudah terlalu umum ditemui.

Riba Al Yad

Berbeda lagi dengan riba Al Yad yang masuk dalam jenis penukaran. Bukan karena adanya kelebihan dalam penukaran barang, akan tetapi ribawi terjadi karena salah satu pihak terlibat meninggalkan akad sebelum adanya penyerahan barang dalam transaksi. Dalam hal ini, maka akad serah terima dalam jual beli memang sangat penting untuk mencapai kesepakatan.

Bentuk-Bentuk Riba yang Terkeji dalam Hutang Piutang

Tidak hanya untuk jual beli, ternyata riba juga bisa terjadi dalam transaksi atau perjanjian hutang piutang. Simak penjelasannya!

Riba Qard

Adapun riba yang termasuk dalam jenis riba dengan suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu, biasanya diisyaratkan kepada yang berhutang. Riba ini disebut dengan riba qard. Riba yang berkaitan dengan hutang piutang zaman kini banyak sekali terjadi.

Kegiatan ini bisa menjadi ribawi karena tidak ada transparansi antara kedua pihak terkait, serta pengembalian dengan jumlah berbeda saat peminjaman.

Riba Jahiliyah

Hampir sama dengan jenis riba sebelumnya, riba jahiliyah pun merupakan bentuk ribawi dalam hutang piutang. Yaitu riba ketika seseorang membayar hutang lebih daripada pokoknya. Akan tetapi kondisi seperti terjadi ketika peminjam tidak mampu membayar hutangnya tepat waktu.

Memanjangkan Lisan, Sebagai Salah Satu Riba yang Terkeji

Terakhir, ‘memanjangkan lisan’ disebut sebagai jenis riba yang terkeji. Bukan hanya badan, terkadang lisan atau perkataan yang keluar dari mulut bisa saja tergelincir. Misalnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak diperlukan atau tidak pantas diucapkan. Seperti berkata kasar, berbohong, mencela dan menghina orang lain,mengusik kehormatan sesama, melakukan ghibah, menyebar fitnah, mengumpat, atau lain sebagainya.

Karena yang dilisankan merupakan perpanjangan kata-kata yang tidak sepatutnya diucapkan, banyak mudharatnya, mengundang kesyirikan dan kekufuran, maka hal ini bisa termasuk ke dalam tindakan ribawi.

Sudah sepatutnya sebagai seorang muslim kita sama-sama bermuhasabah dalam setiap tingkah laku yang telah diperbuat, apalagi perkara kata-kata yang pernah dilontarkan. Introspeksi dan mengoreksi diri apakah seseorang pernah tersakiti oleh lisan kita, baik yang sengaja diucapkan maupun yang tidak.

Menyangkut perkara lisan, Allah Azza Wajalla berfirman yang artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50]: 18)

Maksudnya dapat diartikan bahwa, setiap perkataan yang terlontar akan dicatat oleh malaikat, bukan hanya perkataan baik dan buruk saja, bahkan termasuk perkataan yang sia-sia atau tidak ada manfaatnya.

Contoh sikap ulama yang selalu menjaga lisannya dan patut kita teladani adalah Imam Ahmad. Beliau pernah didatangi seseorang ketika sedang sakit, dan Imam Ahmad kala itu merintih karena kesakitan. Lalu salah seorang diantara yang menjenguknya berkata, “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh malaikat).” Dan setelah mendengar nasehat tersebut Imam Ahmad langsung diam (tidak merintih).

Contoh Memanjangkan Lisan dalam Kehidupan

Dari hal di atas kita tahu, bahwa rintihan atau keluhan saja dicatat oleh malaikat, apalagi kata-kata yang bisa menyakiti orang lain. Berikut ini contoh ketergelinciran lisan dalam kehidupan sehari-hari.

  •       Mencela atau Menghina Makhluk yang Tidak Bisa Berbuat Apapun

Lidah ini begitu mudah mengucapkan berbagai hal, baik yang disadari atau tidak. Ada pepatah yang mengatakan bahwa lidah tak bertulang, maka hati-hati dalam mengutarakan sesuatu. Mencela makhluk Allah yang lain misalnya.

Bukan hanya mencela sesama karena kekurangannya, terkadang kita tidak sadar mengucapkan hal-hal seperti, “Yah, malah hujan lagi! Coba kalau gak hujan, gak akan basah kuyup!”. Atau misalnya, “Ah! Gara-gara angin kencang kemarin, kita jadi gagal panen nih!”.

  •       Sering Berdusta

Dusta atau berbohong mungkin salah satu bentuk kekurangan dalam diri yang masih sering terjadi. Maka, kita harus menjauhi sifat seperti ini jika tidak ingin masuk ke dalam dosa riba yang terkeji.

Dalam praktik muamalah kita sering menjumpai seseorang atau sebuah lembaga peminjam dana rela sampai berdusta atau mengelabui sesama, demi mendapatkan keuntungan yang besar.

Atau dalam kehidupan sehari-hari misalnya, “Tolong bayarin dulu ya, besok aku ganti!” yang menjadi masalah adalah ketika peminjam tidak menepati janjinya.

Jangan Main-Main dengan Bahaya Lisan yang Menyakitkan, Hukumannya NgeRI-BAnget!

Nabi Muhmmad SAW bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim)

Karena itu, kita bisa lebih hati-hati dalam berlisan, berfikir dulu sebelum berbicara akan lebih baik. Kita juga bisa menyaring dan menilai perkataan mana yang baik untuk diucapkan dan mana yang tidak. So, mari bijak dalam bertutur kata, agar kita senantiasa terjauh dari laknatullah. Dengan begitu juga, kita berusaha menghindar dari dosa riba yang terkeji.

Compare listings

Compare